Tiga tahun dirancang sejak awal Menteri Susi menjabat. Tetapi saat "deadline" nya tiba yakni Januari 2018, pelarangan Cantrang justru ditunda. Cantrang masih bisa dibolehkan untuk digunakan, hingga batas waktu yang belum ditentukan!
Cantrang yang Kontroversial
Cantrang mungkin asing di telinga masyarakat perkotaan. Tetapi sangat akrab dengan diantara nelayan, terutama di Pantura (Pantai Utara Pulau Jawa), utamanya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di sebagian wilayah lainnya, pengurus nelayan justru melarang Cantrang. Di Banyuwangi, Jawa Timur atau di Aceh, misalnya. Bahkan di Aceh, pelarangan cantrang konon dilakukan sejak jaman Kesultanan Aceh di abad ke-17.
Cantrang memang kontroversial, di satu sisi dikatakan bisa merusak lingkungan, karena cantrang mengangkat seluruh material di laut, apakah itu ikan, jamur laut atau bahkan terumbu karang, si rumah ikan. Jika jamur laut dan terumbu karang terangkat, maka rusaklah rumah ikan. Artinya ke depan, ikan di sekitar wilayah laut yang rusak terumbu karangnya, tidak akan lagi berkembang biak alias ikannya hilang.
Ikan Mewah hasil Cantrang
Tetapi di sisi lain, hanya cantrang yang memiliki hasil terbaik. Ikan yang ditangkap adalah ikan demersal alias biota dasar laut, jenis makhluk laut mewah untuk dikonsumsi. Sebut saja, Lobster, Cumi -- Cumi, dan sejumlah ikan, seperti berbagai jenis Bawal, Kakap, Kerapu, Ekor Kuning, Pari, dan Manyung.
Tayangan program AIMAN di KompasTV, yang tayang Senin malam pukul 20.00 wib, secara EKSKLUSIF membuktikan bahwa cantrang, adalah cara yang paling efektif untuk menjaring ikan ikan mewah ini, bahkan di tempat yang tidak perlu terlalu jauh dari pantai.
Saya Buktikan Sendiri
Saya berlayar sekitar 2 jam menuju 12 mil atau tidak sampai 20 kilometer dari pantai, dan cantrang mulai di lepas di kedalaman laut 30-40 meter. Dengan panjang sekitar 600-1000 meter, jaring dari bahan tambang plastik raksasa-cantrang dilepas dan kemudian didiamkan sekitar 30 menit di dasar laut sambil ditarik oleh kapal sedang yang saya naiki. Setelah itu barulah cantrang diangkat ke atas kapal, dan diperolehlah hasilnya...
Gill Net, Jaring Ikan yang disarankan Menteri Susi
Para nelayan sangat yakin, cantrang tidak merusak lingkungan. Alasannya, para nelayan tahu, dimana daerah yang banyak terumbu karang-rumah ikan, dan dimana daerah yang tidak ada rumah ikan itu. Tambahan para nelayan menggunakan perangkat pencari ikan menggunakan satelit (Fish Finder), yang bisa menunjukkan dimana letak kumpulan ikan, berada termasuk menghindari terumbu karang.
Kontroversi tetap berlanjut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyarakan agar nelayan mengganti cantrang dengan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan, seperti jaring insang (Gill Net).
Bedanya Gill Net bekerja di permukaan, hingga jenis ikan permukaan yang akan terjaring, seperti ikan Kembung, Selar, Teri, Tongkol, dan Sarden. Nah, ini yang membuat para nelayan keberatan, karena hasil melautnya jauh turun ketimbang menggunakan cantrang. Padahal harga satu set Gillnet lebih mahal 5 kali lipat dari cantrang. Jika satu set cantrang, beserta mesin penarik berkisar 100-200 juta rupiah, harga Gill Net bisa mencapai hingga 1 milyar rupiah.
Utang karena Berhenti Bercantrang
Lepas dari kontroversi itu, saya berkunjung ke kampung nelayan di Batang, Jawa Tengah. Di sana memang saya melihat sendiri, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yang pada malam hingga pagi hari, selalu bau amis, dan marak perdagangan ikan, kali ini bersih total, dan tanpa bau. Tak ada satupun nelayan yang melelang hasil ikannya. Ternyata sudah lebih dari 1 bulan, puluhan ribu Nelayan di sini tidak melaut.
Hitung -- Hitungan Politik Cantrang
Tak jarang dari mereka yang berutang ke kanan dan kiri. Program Aiman memotret kondisi mereka. Jika saja saya ambil data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, bahwa ada 700 ribu lebih nelayan di 3 provinsi (Jabar, Jateng, Jatim) yang sebagian besar berada di Pantai Utara Jawa. Ditambah dengan pekerja sektor perikanan, yakni Pembudidaya, Pengolah, dan Pemasar. Maka jika dikalikan dengan anggota keluarga mereka, jumlah mereka bisa jadi melebihi jumlah warga penduduk DKI Jakarta yang 10 juta orang.
Nah, secara politik, jumlah mereka cukup besar, jika tidak mau dikatakan luar biasa, untuk memengaruhi suara pemilu, baik Pilkada di 2018 ataupun pemilu di 2019 (legislatif dan Pilpres). Apalagi, ketua Himpunan Nelayan yang saya wawancara, berjanji untuk tidak akan memilih partai hingga pemimpin di daerah dan pusat termasuk Presiden, jika mendukung pelarangan cantrang.
Jadi cantrang, jelas bukan hanya soal lingkungan, tapi juga pemilihan!
Saya Aiman Witjaksono,
Salam.
Source : www.kompasiana.com
Ditulis oleh
Latasha Anlazita
Comments